Labuhanbatu Watch Sebut Pendapatan Retribusi Parkir Di Labuhanbatu Terindikasi Dikorupsi,APH Diminta Periksa Kadishub, Ini kata Politisi Partai Gerindra Labuhanbatu

  • Bagikan
Gambar Ilustrasi
banner 468x60

Labuhanbatukini.id, Labuhanbatu – Dugaan adanya kebocoran pendapatan dari sektor perparkiran di Kabupaten Labuhanbatu, khususnya pada retribusi parkir tepi jalan umum, sudah harus menjadi perhatian aparat penegak hukum (APH).

Lebih jauh, APH juga diminta memeriksa Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Labuhanbatu, atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam menata kelola parkir tepi jalan umum di kabupaten Labuhanbatu.

Example 300x600

Hal ini diungkapkan Direktur Labuhanbatu Watch, Halmi Dar Hasibuan, menanggapi pertanyaan wartawan dalam sesi dialog bertajuk ‘Menilik Tata Kelola Pemerintahan Di Kabupaten Labuhanbatu’, yang digelar pada Minggu, 23 November 2025, di Rantauprapat.

Halmi menyebut, indikasi terjadinya kebocoran pendapatan daerah dari sektor parkir tepi jalan umum yang di kelola pemerintah melalui Dinas Perhubungan (Dishub), antara lain bisa dilihat dari mekanisme pengutipan retribusi yang dilakukan oleh petugas parkir.

“Hampir disemua titik parkir tidak menggunakan karcis sebagai alat bukti tagih dari petugas parkir kepada wajib retribusi dalam hal ini pengendara. Jika tidak menggunakan karcis, lantas apa alat ukur kita sebagai wajib retribusi mengetahui bahwa yang kita bayar disetorkan ke kas daerah ?” kata Halmi.

Dengan tidak adanya karcis atau alat bukti sejenisnya untuk pengutipan retribusi, lanjut Halmi, juga menjadi pertanyaan publik bagaimana mekanisme Dinas Perhubungan menghitung capaian pendapatan dari target yang sudah ditentukan setiap tahun.

“Lantas dengan tidak adanya karcis dari petugas parkir di setiap titik sebagai bukti jumlah retribusi yang sudah dikutip, bagaimana Dishub bisa tahu jumlah wajib retribusi yang membayar kewajibannya kepada petugas parkir yang ditunjuk ? kemudian, apa mekanisme mereka menetapkan jumlah capaian retribusi setiap tahun jika tidak ada alat ukurnya. Ini yang kami anggap kuat dugaan retribusi di korupsi,” tegas Halmi.

Labuhanbatu Watch juga menyoroti tidak tercapainya dan minimnya capaian retribusi parkir tepi jalan umum dari tahun ke tahun, tidak lepas dari buruknya tata kelola pemerintahan kabupaten Labuhanbatu.

“Implikasi dari tata kelola pemerintahan yang buruk, salah satunya tidak terawasinya pendapatan daerah dengan baik. Salah satu yang kita sorot, dugaan kebocoran pendapatan dari sektor parkir tepi jalan umum,” papar Halmi.

Untuk itu, kata Halmi, Labuhanbatu Watch akan terus mendesak APH untuk menyelidiki dugaan korupsi retribusi parkir di Dinas Perhubungan Kabupaten Labuhanbatu.

“Termasuk kita akan lihat, apakah carut marutnya tata kelola dan mekanisme pengutipan retribusi parkir saat ini, memang ada keterkaitan langsung dengan kebijakan Kadis Perhubungan ? kita lihat perkembangannya setelah kami selesaikan pelaporannya,” pungkas Halmi.

Terpisah, politisi partai Gerindra kabupaten Labuhanbatu, Hj Maisyarah Dalimunthe, yang dimintai pendapat soal tata kelola parkir di kabupaten Labuhanbatu, mengakui sektor tersebut masih sangat perlu untuk dibenahi.

Politisi yang sudah dua periode menjabat sebagai wakil rakyat ini, menyebut hal yang harus dibenahi diantaranya memastikan kembali titik-titik parkir tepi jalan umum yang dikelola oleh pemerintah. Selain itu, Dia juga menyebut pemerintah daerah perlu menghitung ulang potensi yang ada agar bisa menentukan target secara rasional.

“Jumlah titik parkir harus transparan. Kemudian tentang target jangan juga sampai tidak rasional. Misalnya target dibuat terlalu rendah, seperti tahun 2025 yang hanya Rp600 juta. Lantas, nanti dipublikasi hanya persentasenya. Ya jelas terlihat optimal, padahal jumlah ril dalam bentuk rupiahnya dari tahun ke tahun tak juga meningkat signifikan,” kata Maisyarah.

Wakil Ketua DPRD ini juga menyinggung soal petugas parkir yang tidak seluruhnya dilengkapi perangkat kerja yang menandakan sebagai pihak yang benar-benar ditugaskan sebagai pengutip retribusi yang sah oleh pemkab.

“Atribut yang seragam, kemudian dilengkapi card yang dikeluarkan oleh dinas terkait, serta mungkin kelengkapan lainnya. Ini untuk membedakan antara petugas yang sah dengan juru parkir liar,” jelasnya.

Menanggapi indikasi kebocoran pendapatan dari retribusi parkir akibat tidak jelasnya mekanisme pengutipan retribusi, seperti yang diungkapkan sejumlah elemen masyarakat, Maisyarah menilai memang perlu untuk dikaji kembali mekanisme pengutipan retribusi parkir yang saat ini digunakan.

“Lebih tepatnya bisa ditanya ke Komisi III DPRD yang membidanginya. Tapi, kalau menurut saya, jika memang sudah sulit untuk mencapai target dengan kondisi saat ini, harusnya berani mengambil langkah baru. Jika perlu dikaji ulang mekanisme yang ada, atau kalau perlu di pihak ketigakan saja dari pada bocor sana sini,” ujarnya.

Namun, untuk menyerahkan pengelolaan parkir kepada pihak ketiga, kata Maisyarah, perlu untuk kembali dilihat regulasi yang ada, apakah memang dibenarkan untuk dikelola pihak ketiga atau tidak.

“Coba kawan-kawan wartawan konfirmasi juga ke Komisi III soal regulasinya, boleh atau tidak di pihak ketigakan ( pengelolaannya),” saran Maisyarah.

Sementara itu, saat dipertanyakan soal adanya temuan sejumlah elemen masyarakat terkait dugaan korupsi retribusi parkir, dan akan melaporkan ke aparat penegak hukum, Maisyarah hanya menyebut hal itu merupakan hak dari setiap warga negara.

Dia sendiri mengaku tidak bisa memberi komentar terkait upaya hukum yang akan dilakukan sejumlah elemen masyarakat tersebut.

“Itu hak masyarakat, saya tidak bisa berkomentar jauh. Namun, sebagai kader partai Gerindra, pasti saya sejalan dengan ketegasan ketua umum kami, presiden Republik Indonesia, bapak Prabowo Subianto, yang tidak mentolerir tindakan korupsi,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, tata kelola perparkiran tepi jalan umum di Kabupaten Labuhanbatu terus mendapat sorotan. Mulai dari capaian target yang dari tahun ke tahun anggaran dinilai minim, hingga mekanisme pengutipan retribusi parkir yang diduga menyalahi aturan hingga terindikasi di korupsi.

Sorotan ini sebelumnya diungkap Direktur Eksekutif Perkumpulan Bhumi Hijau (PBH), Budiono, dalam acara podcast yang digelar Labuhanbatu Watch, Sabtu, 22 November 2025.

Buruknya tata kelola parkir tersebut, menurut Budiono, bisa dilihat dari capaian retribusi dari tahun ke tahun, yang sama sekali tidak ada peningkatan yang signifikan dari target yang sudah ditentukan.

“indikatornya antara lain bisa dilihat dari capaian tahun ke tahun anggaran. Misal, kita lihat mulai tahun 2023, capaian hanya sekitar Rp553 juta, tahun 2024 capaian hanya sekitar Rp603 juta dari target kalau tidak salah Rp1,5 miliar,” ungkap Budiono.

Terpisah, Direktur Labuhanbatu Watch, Halmi Dar Hasibuan, juga menyoroti tata kelola pemerintahan kabupaten Labuhanbatu, khususnya sektor perparkiran.

Akademisi ini juga menyebut penting bagi pemerintah daerah untuk membangun skema baru dalam tata kelola perparkiran tepi jalan umum.

“Adakan public hearing, undang seluruh stake holder. Lihat apa masalahnya, agar kita bisa mendapatkan solusi untuk optimalkan capaian sektor parkir,” ujar Halmi.***

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *